Islam Agama Yang Sempurna



ISLAM AGAMA YANG SEMPURNA

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Materi Pemb. Tafsir 
Dosen: Yudi Kuswandi. S.PdI., M.Ag
Oleh:
Setio Aji Nugroho                                                  PAI/II/015.011.0015                                                 
                                   
 


JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI BANDUNG
2015/2016



KATA PENGANTAR
            Kitab suci samawi yang bernama Al-Quran adalah sumber inspirasi kehidupan umat manusia. Mengapa? Karena semua yang dibutuhkan oleh manusia tersedia di dalamnya. Jika kita belum menemukan apa-apa di dalamnya, padahal kita senantiasa membacanya, boleh jadi interaksi kita dengan Al-Quran belum sempurna, karena kita membacanya hanya sekedar membaca, tanpa melihat aspek lain yang justru lebih penting.
            Melalui makalalah ini ,saya berusaha memberikan ilmu yang sudah saya dapat. Walaupun dangkal, ingsya Allah dapat bermanfaat bagi penulis dan semua yang membacanya.
            Terimakasih yang setulus-tulusnya kepada dosen yang telah mengajarkan Materi Pembelajaran Tafsir Al-Quran: Yudi Kuswandi, S.Pd.i., M.Ag, yang telah membimbing dan berjuang untuk meneruskan perjuangan para Ulama, untuk menjadikan para Mahasiswa agar lebih paham terhadap isi yang terkandung dalam Al-Quran. Dan trimakasih pula kepada rekan-rekan seperjuangan yang yang telah membantu saya.

Cimahi, 12 Maret 2016


Penulis






BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Sungguh suatu anugerah yang tak terhingga, ketika Allah SWT memberikan nikmat terbesar dalam kehidupan manusia, yaitu nikmat iman dan Islam. Nikmat yang menjadikan ada sebuah pembeda (furqan) antara seorang muslim dengan musyrikin. Nikmat Islam merupakan kunci surga Allah, yang di dalamnya terdapat banyak sekali kenikmatan abadi yang tiada habisnya, di mana setiap muslim dijamin oleh Allah akan dimasukkan ke dalam jannah-Nya, apabila menerapkan Islam secara kaffah dalam hidupnya. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah 2: 208)
            Islam memiliki sifat-sifat dasar yaitu kesempurnaan, penuh nikmat, diridhai dan sesuai dengan fitrah. Sebagai agama, sifat-sifat ini dapat dipertanggungjawabkan dan menjadikan pengikutnya dan penganutnya tenang, selamat dan bahagia dalam menjalani hidup. Muslim menjadi selamat karena Islam diciptakan sebagai diin yang sempurna. Ketenangan yang dirasakan seorang muslim karena Allah memberikan segenap rasa nikmat kepada penganut Islam, kemudian kepada mereka yang mengamalkan Islam karena sesuai dengan fitrahnya.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Rum 30: 30).
            Agama Islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebih istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa diterapkan di setiap masa, disetiap tempat dan di masyarakat manapun. Dalam permasalahan kali ini penulis akan menjelaskan tentang Islam sebagai agama sempurna, sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah SWT berikut in:
“Pada hari ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”(QS. Al-Maidah : 3)

B.     Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian Islam Agama yang Sempurna?
2.      Apa dalilnya?
3.      Apa saja kesempurnaan Islam Agama yang Sempurna?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui Islam Agama yang Sempurna.
2.      Mengetahui dalil yang di pakainya.
3.      Mengeahui segi kesempurnaan agama Islam.


BAB II
A.    Islam Agama yang Sempurna
            Islam merupakan agama yang sempurna berarti lengkap, menyeluruh dan mencakup segala hal yang diperlukan bagi panduan hidup manusia. Sebagai petunjuk/ pegangan dalam hidupnya, sehingga dapat menjalani hidup dengan baik, teratur dan sejahtera, mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
            Islam adalah sistem yang menyeluruh, mencakup seluruh sisi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran. Ia adalah aqidah yang lurus, ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih. Syumul (universalitas) merupakan salah satu karakter Islam yang sangat istimewa jika dibandingkan dengan syariah dan tatanan buatan manusia, baik komunisme, kapitalisme, demokrasi maupun yang lainnya. Universalitas Islam meliputi waktu, tempat dan seluruh bidang kehidupan. Ulama besar Mesir Asy-Syahid Hasan Al Banna berkata “Risalah Islam mempunyai jangkauan yang sangat lebar sehingga berlaku bagi seluruh umat, dan jangkauan yang sangat dalam sehingga mencakup seluruh urusan dunia dan akhirat”. (Sayid Sabiq, 2001 : h. 19).
            Kesempurnaan Islam ini ditandai dengan syumuliyatuz zaman (sepanjang masa), syumuliyatul minhaj (mencakup semuanya) dan syumuliyatul makan (semua tempat). Berikut penjelasannya :
1.      Islam sebagai syumuliyatuz zaman (sepanjang masa) adalah agama masa lalu, hari ini dan sampai akhir zaman nanti. Sebagaimana Islam merupakan agama yang pernah Allah sampaikan kepada para Nabi terdahulu, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: “Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut.” (QS. An Nahl 16: 36). Kemudian disempurnakan oleh Allah melalui risalah nabi Muhammad SAW sebagai kesatuan risalah dan nabi penutup. Islam yang dibawa nabi Muhammad SAW dilaksanakan sepanjang masa untuk seluruh umat manusia hingga hari kiamat. “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’ 34: 28)
2.      Islam sebagai syumuliyatul minhaj (mencakup semuanya) melingkupi beberapa aspek lengkap yang terdapat dalam Islam itu sendiri, misalnya jihad dan da’wah (sebagai penyokong/ penguat Islam), akhlaq dan ibadah (sebagai bangunan Islam) dan aqidah (sebagai asas Islam). Aspek-aspek ini menggambarkan kelengkapan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran 3: 19)
3.      Islam sebagai syumuliyatul makan (semua tempat) karena Allah menciptakan manusia dan alam semesta ini sebagai satu kesatuan. Pencipta alam ini hanya Allah saja. Karena berasal dari satu pencipta, maka semua dapat dikenakan aturan dan ketentuan kepada-Nya.  Firman Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan dan pencipta alam semesta: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al Baqarah 2: 163-164)

B.     Dalil dan Tafsir Islam Agama yang Sempurna
1.      Penjelasan Al-Qur’an surat Al Maidah [5] : 3
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kusempurnakan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agama bagimu.” (QS : Al Maidah [5] : 3).
            Ayat di atas turun kepada Nabi  Shollallahu ‘alaihi wa Sallam ketika hari Jumat sore bertepatan dengan hari Arofah, sebagaimana riwayat dari ‘Umar bin Khattab Rodhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim melalui jalan Thoriq bin Syihaab dalam kitab Shahih keduanya: (Asbabul wurud 2).
جَاءَ رَجُلٌ مِنْ الْيَهُودِ إِلَى عُمَرَ فَقَالَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ آيَةٌ فِي كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا نَزَلَتْ مَعْشَرَ الْيَهُودِ لَاتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا قَالَ وَأَيُّ آيَةٍ قَالَ
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي لَأَعْلَمُ الْيَوْمَ الَّذِي نَزَلَتْ فِيهِ وَالْمَكَانَ الَّذِي نَزَلَتْ فِيهِ نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ
Seorang laki-laki dari kalangan yahudi datang kepada ‘Umar. Kemudian, dia berkaata, “Wahai Amirul Mu’minin, ada sebuah ayat dalam kitab kalian dan kalian membacanya, sekiranya ayat itu turun kepada kami orang-orang yahudi sungguh akan kami jadikan hari dimana ayat itu turun sebagai hari ‘ied”. Umar bertanya kepadanya, “Ayat manakah yang engkau maksudkan?” Orang yahudi tersebut mengatakan,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku sempurnakan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agama bagimu.”
Maka, ‘Umar mengatakan, “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada  Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu ketika hari jumat bertepatan dengan hari Arofah”. (HR. Bukhori dan Muslim).

2.      Makna Ayat
       الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ : kesempurnaan dien (agama) yang dimaksudkan dalam ayat ini mencakup perkara aqidah, syari’atnya, sumbernya yang berupa Al-Kitab dan As-Sunnah, dan apa yang ditunjukkan oleh Al Kitab dan As Sunnah (Syaikh Sholeh Alu Syaikh, syarah fadil islam hal. 14). Dengan kata lain, seluruh bagian dari ajaran Islam telah Allah  ‘Azza wa Jalla sempurnakan. Hal ini merupakan kelebihan yang hanya ada pada Islam. Umat-umat agama terdahulu pun memiliki kewajiban untuk mengikuti agama Islam yang dibawa Nabi kita, Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sekiranya mereka menemui beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan telah diangkat menjadi Nabi, mereka tidaklah dikatakan Islam alias kekal dalam neraka kecuali dengan mengakui kerasulan Nabi Muhammad. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam (Asbabul wurud 2)
« وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ»
“Demi  Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, tidaklah salah seorang dari umat ini yang mendengar ajaranku, baik ia yahudi maupun nashrani, kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku diutus untuknya melainkan ia termasuk ke dalam penghuni neraka” (HR. Muslim).

Kemudian, firman Allah  ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikutnya:
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي: Nikmat ini adalah nikmat yang terbesar dan yang paling patut untuk kita syukuri bahkan ia adalah nikmat terbesar yang Allah  ‘azza wa jalla berikan dan sempurnakan bagi umat Islam ini. Nikmat  mencakup nikmat diniyah berupa jelasnya jalan bagi orang yang ingin mencari kebenaran dan nikmat duniawiyah berupa janji kehidupan yang baik (hayyatan thoyyiban) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yang berpegang teguh dengan Islam, sebagaimana firman Allah  ‘azza wa jalla
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَة
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik”.(QS. An Nahl [16] : 97).
Kehidupan yang baik di dunia mencakup ketenangan di dunia, rasa aman, lapangnya rizki, ridho dan lain-lain yang tidak akan terwujud kehidupan yang baik kecuali dengannya.

Kemudian firman Allah  ‘Azza wa Jalla dalam lanjutan ayat,
وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا : Allah Subhanahu wa Ta’ala ridho kepada orang yang menjadikan Islam sebagai agamanya dan yang istiqomah di dalamnya. Ridho Allah kepada mereka, yaitu orang-orang Islam, berupa taufik dan kebersamaan yang khusus dari Allah ‘Azza wa Jalla. Kata-kata وَرَضِيتُ لَكُمُ “Allah ridho kepada mereka” dalam ayat ini menunjukkan bahwa yang Islam yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Islam yang khusus yaitu Islam yang dibawa Nabi kita Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Demikian juga, Islam yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Islam yang tercakup di dalamnya islam, iman dan ihsan.

3.      Kandungan Ayat
            Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa sempurnanya syari’at Islam telah mencukupi apa yang dibutuhkan oleh seorang hamba untuk beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ini sebagaimana yang dapat kita ketahui dari firman Allah yang mulia:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Kami ciptakan seluruh jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”. (QS. Adz Dzariyat  [51] : 56).
            Karena kesempurnaan Islam tersebut, Islam tidak membutuhkan tambahan dan pengurangan. Ibnu Katsir Asy Syafi’i Rohimahullah berkata dalam kitab tafsirnya, “Ayat ini merupakan kenikmatan terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada umat ini. Allah telah sempurnakan bagi mereka agamanya sehingga mereka tidak membutuhkan agama dan nabi  yang lain. Oleh karena itu, Allah menjadikan Rasul kita -shollallahu ‘alaihi wa Sallam– sebagai penutup para Nabi yang diutus kepada seluruh manusia dan jin. Maka, tidaklah ada suatu yang halal kecuali apa yang beliau halalkan, tidaklah ada suatu yang haram kecuali yang telah beliau haramkan, dan tidaklah ada agama kecuali yang beliau syari’atkan”.
            Ayat yang mulia ini merupakan dalil yang sangat tegas yang menunjukkan haramnya bid’ah bahkan bisa jadi ia kafir jika meyakini belum sempurnanya ajaran Islam dengan mendustakan ayat ini. Maka, ayat ini merupakan penutup segala jalan bagi bid’ah dan merupakan hujjah (argumentasi-ed) yang nyata bagi para pelaku bid’ah karena tidaklah ada suatu hal yang merupakan kebaikan dalam agama yang belum diajarkan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah sempurnakan Islam baginya dan umatnya, ditambah lagi lisan beliau yang mulia sendirilah yang mengatakan,
« إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ »
“Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib bagi mereka menunjukkan kebaikan yang ia ketahui pada umatnya dan memperingatkan keburukan yang ia yang ia ketahui kepada mereka” (HR. Muslim).
            Jika demikian keadaan para nabi sebelum beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam, tentulah beliau lebih utama untuk melakukannya karena Dzat Yang Maha Hikmah telah mengabarkan kepada kita melalui firmanNya :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan hidayah bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (QS. At taubah  [9] : 128).
Hal ini dipertegas lagi dalam sabda Beliau shollallahu ‘alaihi wa Sallam (Ilmu ushul bida. hal. 19).
« مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقْرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَ يُبَاعِدُ مِنَ الْنَّارِ إِلاَّ وَ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ »
“Tidaklah tersisa suatu perkara yang dapat mendekatkan ke surga dan menjauhkan diri dari neraka kecuali telah dijelaskan (oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam) kepada kalian” (HR. Thobroni).

C.    Kesempurnaan Ajaran Agama Islam
1.      Ajaran Islam di Bidang Aqidah
            Kata aqidah berasal dari kata bahasa Arab ‘aqad, yang berarti ikatan. Menurut ahli bahasa, definisi aqidah adalah sesuatu yang dengan diikatkan hati dan perasaan halus manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikan pegangan.
            Aqidah Islam adalah aqidah yang lengkap dari sudut manapun. Islam mampu menjelaskan persoalan-persoalan besar kehidupan ini. Aqidah Islam mampu dengan jelas menerangkan tentang Tuhan, manusia, alam raya, kenabian, dan bahkan perjalanan akhir manusia itu sendiri.
            Islam tidak hanya ditetapkan berdasarkan instink/ perasaan atau logika semata, tetapi aqidah Islam diyakini berdasarkan wahyu yang dibenarkan oleh perasaan dan logika. Iman yang baik adalah iman yang muncul dari akal yang bersinar dan hati yang bercahaya. Dengan demikian, aqidah Islam akan mengakar kuat dan menghujam dalam diri seorang muslim. Meyakini secara benar bahwa tiada Tuhan selain Allah dengan meyakini dalam hati, mengucapkan secara lisan dan dibuktikan dengan mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.
            Aqidah Islam adalah aqidah yang tidak bisa dibagi-bagi. Iman seorang mu’min adalah iman 100% tidak bisa 99% iman, 1% kufur. Allah SWT berfirman:
 “Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah 2: 85).

2.      Ajaran Islam di Bidang Ibadah
            Ibadah dalam Islam menjangkau keseluruhan wujud manusia secara penuh. Seorang muslim beribadah kepada Allah dengan lisan, fisik, hati, akal, dan bahkan kekayaannya. Lisannya mampu berdzikir, berdoa, tilawah, amar ma’ruf nahi munkar. Fisiknya mengiringi dengan berdiri, ruku’ dan sujud, puasa dan berbuka, berjihad dan berolah raga, membantu mereka yang membutuhkan.
            Hatinya beribadah dengan rasa takut (khauf), berharap (raja’), cinta (mahabbah) dan bertawakal kepada Allah. Ikut berbahagia atas kebahagiaan sesama, dan berbela sungkawa atas musibah sesama. Akalnya beribadah dengan berfikir dan merenungkan kebesaran dan ciptaan Allah. Hartanya diinfakkan untuk pembelanjaan yang dicintai dan diperintahkan Allah serta membawa kemaslahatan bersama.
            Maha Suci Allah yang telah mengatur  segala sesuatunya dengan baik dan menenteramkan. Seluruh aktivitas seorang muslim akan bernilai ibadah di mata Allah, apabila dijalankan dengan ikhlas dan diniatkan hanya untuk mengharap ridha-Nya. Sehingga kita patut mencontoh Rasulullah SAW dan para sahabat yang selalu berlomba-lomba dalam kebaikan (ibadah), karena mereka yakin bahwa Allah akan membalasnya dengan limpahan pahala dan sesuatu yang jauh lebih baik di dunia maupun di akhirat (jannah).

3.      Ajaran Islam di Bidang Akhlak
            Akhlak Islam memberikan sentuhan kepada seluruh sendi kehidupan manusia dengan optimal. Akhlak Islam menjangkau ruhiyah, fisik, agama, duniawi, logika, perasaan, keberadaannya sebagai wujud individu, atau wujudnya sebagai elemen komunal (masyarakat). Akhlak Islam meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pribadi, seperti kewajiban memenuhi kebutuhan fisik dengan makan dan minum yang halalan thoyiban serta menjaga kesehatan, seruan agar manusia mempergunakan akalnya untuk berfikir akan keberadaan dan kekuasaan Allah, seruan agar manusia membersihkan jiwanya, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams 91: 9-10).
            Hal-hal yang berkaitan dengan keluarga, seperti hubungan suami istri dengan baik, hubungan anak dan orang tua, hubungan dengan kerabat dan sanak saudara. Semuanya diajarkan dalam Islam untuk saling berkasih sayang dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.Hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat, seperti seruan untuk memuliakan tamu dan etika bertamu, mengajarkan bahwa tetangga merupakan keluarga dekat, hubungan muamalah yang baik dengan saling menghormati, seruan untuk berjual beli dengan adil, dsb. Menjadikan umat manusia dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis.
            Kesempurnaan Islam juga mengatur pada akhlaq Islam yang berkaitan dengan menyayangi binatang, tidak menyakiti dan membunuhnya tanpa alasan. Akhlaq Islam yang berkaitan dengan alam raya, sebagai obyek berfikir, merenung dan belajar, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran 3: 190), sebagai sarana berkarya dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
            Lebih dari itu semua adalah akhlaq muslim kepada Allah SWT, Pencipta, dan Pemberi nikmat, dengan bertahmid, bersyukur, berharap (raja’), dan takut (khauf) terpinggirkan apalagi dijatuhi hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.

4.      Ajaran Islam di Bidang Hukum Syariah
            Syariah Islam tidak hanya mengurus individu tanpa memperhatikan masyarakatnya, atau masyarakat tanpa memperhatikan individunya. Syariah Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Ada aturan ibadah, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Ada halal dan haram (bahaya-berguna) yang mengatur manusia dengan dirinya sendiri. Ada hukum keluarga, nikah, thalaq, nafkah, persusuan, warisan, perwalian, dsb. Ada aturan bermasyarakat, seperti: jual beli, hutang-piutang, pengalihan hak, kafalah, dsb. Ada aturan tentang tindak kejahatan, minuman keras, zina, pembunuhan, dsb.
            Dalam urusan negara ada aturan hubungan negara terhadap rakyatnya, loyalitas ulil amri (pemerintah) yang adil dan bijaksana, bughot (pemberontakan), hubungan antar negara, pernyataan damai atau perang, dsb. Untuk mewujudkan negara yang adil dan sejahtera sesuai dengan tatanan hidup Islam, maka syariah Islam harus diterapkan secara kaffah dalam kehidupan bernegara.

5.      Ajaran Islam dalam Seluruh Aspek Kehidupan
            Islam adalah agama yang sempurna. Salah satu bukti kesempurnaannya adalah Islam mencakup seluruh peraturan dan segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu Islam sangat sesuai dijadikan sebagai pedoman hidup. Di antara kelengkapan Islam yang digambarkan dalam Al Qur’an adalah mencakup konsep keyakinan (aqidah), moral, tingkah laku, perasaan, pendidikan, sosial, politik, ekonomi, militer, hukum/ perundang-undangan (syariah).
            Kesempurnaan Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan merupakan satu-satunya diin yang diridhai Allah SWT menjadikannya satu-satunya agama yang benar dan tak terkalahkan. Sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dialah yang Telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At Taubah 9: 33).
            Beruntunglah bagi setiap manusia yang diberikan hidayah oleh Allah SWT untuk dapat merasakan nikmat ber-Islam dan menjauhkannya dari kesesatan hidup jahiliyah. Rawat dan jagalah nikmat iman dan Islam dengan tarbiyah Islamiyah serta menerapkan Islam secara kaffah, sehingga terwujud kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.


BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
            Pertama, ajaran Islam bersifat universal dalam artian seluruh aturan ada dan mengikat untuk seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Tidak seperti agama lain yang diturunkan untuk umat agamanya saja, segenap peraturan yang ada dalam Islam tidak hanya untuk umat Islam saja tetapi mengikat juga ke umat lain.
            Kedua, Ajaran Islam sempurna, mengingat Islam sebagai agama terakhir telah disempurnakan oleh Alloh sehingga mencakup berbagai dimensi kehidupan baik akidah, politik kemasyarakatan, kebudayaan, pertahanan dan keamanan, sosial kemasyarakatan, ekonomi dan sebagainya.
            Ketiga, Ajaran Islam berwatak harmonis dan seimbang, yakni keseimbangan yang tidak goyah, selaras dan serasi sehingga membentuk ciri khas yang unik. Karenanya ada hukum wajib sebagai bandingan haram, sunah dengan makruh dan ditengahi oleh hukum mubah. Hal lainnya adalah menempatkan kewajiban seiring dengan penuntutan hak, menggunakan harta benda tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayatulloh Agus dkk, mushaf Alwasim, cipta bagus segara 2013.
Sayid Sabiq, Al-‘Aqaid Al-Islamiyyah, terj. Indonesia: Aqidah Islam : Pola Hidup            Manusia Beriman, Diponegoro, Bandung, 2001, cet. ke -12.
http//opi.110mb.com/ diakses pada sabtu 12 maret pukul 06.00.
Shohih Tafsir Ibnu Katsir oleh Syaikh Musthofa Al Adawi hafidzahullah hal. Cetakan Dar Ibnu    Rojab, Kairo, Mesir dan ‘Ilmu Ushul Bida` oleh Fadhilatusy Syaikh ‘Ali bin Hasan bin    Abdul Hamiid Al Halabi hafidzahullah terbitan Dar Ar Rooyah, Riyadh 2002.
Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalilain Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman         bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq Syaikh Shofiyurrohman Al      Mubarokfuri    rahimahullah cet. Darus Salam, Riyadh, KSA.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perkembangan Bahasa Indonesia

Makalah Ushul Fiqh